Sabtu, 12 Juni 2010

Mari Nonton

Sedang tertarik pada film-film baru indonesia yang menurut saya cukup berkualitas dari pada film-film indonesia lain yang lebih banyak mengangkat tema horor tapi isinya gak jelas antara film horor dan film dewasa, atau kalau gak gitu bertemakan komedy yang isinya juga sama gak jelasnya, atau lagi bertemakan cinta-cintaan yang menurut saya cukup membosankan alur ceritanya. Saya lebih interst pada film-film yang mengangkat tema keindonesiaan,moral, sosial dan budaya. Film-film yang cukup tepat sasaran untuk dikonsumsi masyarakat, yang tidak hanya bisa meninabobokan para penikmatnya karena alur ceritanya yang nggak realistis.

Film pertama adalah:
MINGGU PAGI di VICTORIA PARK

Film layar lebar Minggu Pagi di Victoria Park yang disutradarai Lola Amaria dengan produser Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe Letto) dan Dewi Umaya Rachman akan ditayang mulai 10 Juni 2010.

Film Minggu Pagi di Victoria Park disiapkan sejak dua tahun lalu dan syuting di Hong Kong sejak 15 Oktober 2009 dengan memilih isu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong. Film ini dibintangi Lola Amaria yang juga bertindak sebagai sutradara, Titi Sjuman, Donny Damara, Donny Alamsyah, Imelda Soraya dan Permata Sari Harahap.

“Film ini menceritakan seorang perempuan bernama Mayang, yang didesak orangtuanya untuk pergi ke Hong Kong menjadi TKI yang lebih dikenal dengan nama BMI (Buruh Migran Indonesia), untuk mencari keberadaan adiknya Sekar yang telah dua tahun berada di sana dan tidak ada kabar beritanya,” kata Noe Letto.

Kisah lika-liku menghadapi persoalan dan berbagai keterbatasan, Mayang melakukan upaya perjuangan untuk mengungkapkan fatamorgana yang tengah dialami Sekar, termasuk upaya Mayang melawan rasa takut dan berbagai ketidaktahuan.

Di tengah-tengah upaya menemukan Sekar, banyak hal ditemui Mayang. Soal pekerjaan, relasinya dengan majikan, dengan sesama BMI, hiruk pikuk Hong Kong, termasuk kisah cintanya di Hong Kong. “Film Minggu Pagi di Victoria Park merupakan upaya memaparkan problematika BMI di Hong Kong, memotret kehidupan BMI yang sangat khas dan unik, yang di dalamnya terkandung unsur-unsur pendidikan tanpa menggurui bagi siapapun yang ingin terjun menjadi BMI,” jelas Noe Letto.

Sementara itu, Dewi Umaya Rachman mengatakan film ini diharapkan bisa menjadi reflektor bagi semua pihak tanpa harus mengadili, menyalahkan siapapun. Dengan demikian film ini harus mampu dicerna oleh semua kalangan masyarakat.

Dengan memahami realita BMI, diharapkan dapat membantu menghilangkan stigma buruk terhadap BMI. Bukan rahasia BMI penghasil devisa negara terbesar kedua di Indonesia, maka sangatlah penting film ini berperan menjadi media pembelajaran tentang hal-hal penting yang perlu dipersiapkan bagi calon BMI juga berbagai pihak yang terkait.

Source: http://web.bisnis.com/senggang/seni-budaya/1id184263.html


film kedua adalah
TANAH AIR BETA



Sebuah film tentang Indonesia-Timor Leste segera di rilis. Film yang di Sutradai sekaligus di Produseri oleh Ari Sihasale berjudul Tanah Air Beta. Berlatar belakang kehidupan warga yang diusir dari bumi Lorosae ke perbatasan pasca jajak pendapat di Timor Timur.

Dibintangi oleh beberapa aktris dan aktor terkemuka seperti Alexandra Gotardo, Thessa Kaunang, Robby Tumewu, dan Lukman Sardi itu mengambil lokasi di perbatasan Nusa Tenggara Timur. Ia menegaskan, selaku sutradara muda, dirinya selalu mencoba untuk komitmen untuk selalu membuat film bertemakan keluarga.

sinopsis

Ketika Timor-Timur berpisah dari Indonesia, perisahan harus terjadi, terhadap dua kakak beradik yang saling menyayangi, mereka terpaksa harus hidup dalam kondisi dan lokasi yang berbeda, dikarenakan kepentingan yang sangat tidak mereka mengerti, menjadikan Merry (10 th) harus tinggal berdua saja dengan ibunya...Tatiana (29 th) disebuah kamp pengungsian di Kupang NTT. Sementara kakak laki-lakinya Mauro (12 th) tinggal bersama pamannya… di Timor Leste!

Tatiana dan anaknya...Merry, hidup di sebuah kamp pengungsian bersama ratusan ribu orang pengungsi lainnya. Di antaranya Abubakar seorang keturunan Arab yang sudah turun temurun hidup dan tinggal di Timor-Timur

Tatiana mengajar di sekolah darurat di kamp tersebut. Merry juga bersekolah di tempat itu bersama Carlo seorang anak laki-laki yang sangat jail dan suka menggangu Merry, itu dikarenakan Carlo ingin sekali mempunyai seorang adik dan merasakan kembali cinta kasih keluarga

Kehidupan yang sangat berat di sebuah kamp pengugsian dan di tengah ketidakpastian akan keberadaan anak laki-lakinya, tidak membuat Tatiana menjadi lemah. Kerinduan Merry akan kakaknya dan penderitaan yang begitu mendalam dari sang ibu...menjadikan Merry, anak perempuan yang cerdas dan nekad.

Suatu hari Dari seorang petugas relawan, Tatiana mendapatkan informasi bahwa ada kemungkinan ia bisa bertemu dengan anak laki-lakinya

Source: http://www.meriam-sijagur.com

4 komentar:

  1. setujuuuuuuuu
    setuju sekali sama pilihan filmnya.

    sepertinya dua film itu memang berkualitas.
    punya pesan, punya misi yang harus disampaikan ke penonton
    tidak sekedar menjual kisah cinta picisan
    atau mengumbar kemolekan tubuh pemerannya

    salut buat mereka yang mau memnggarap film film berkualitas dan idealis seperti ini.

    Ari sihasale dan Nia semoga tetap konsisten dengan film film semacam ini yaa

    BalasHapus
  2. Sepakat !...
    Pilihan flm2nya inspiratif dan edukatif. Bravo film Indonesia !

    Salam peace :)

    BalasHapus
  3. mb elsa: iya mbak setujuuuuuuuuuuuuu ma yang mb elsa katakan,,,salut buat ale & nia yang selalu bikin film dengan misi dan pesan tersendiri untuk disampaikan

    gaelby: bravo film indonesia yang berkualitas ^_^

    BalasHapus
  4. Kita memang patut salut dan angkat jempol buat orang2 yang idealis seperti Ari Sihasale atau Garin Nugroho misalnya, yang membuat film lebih mementingkan kualitas dibandingkan sisi komersialnya...

    Salam hangat & sehat selalu...

    BalasHapus